Beliaulah Sayyidunal Imam Al Faqih Al Muqaddam Muhammad bin Ali bin
Muhammad Shahib Mirbat, jadi Imam Muhammad bin Ali Shahib Mirbat
merupakan sosok Imam yang menyatukan seluruh guru-guru tarikat sufi dan
asal-usul para pembesar ahli hakikat dari kalangan Bani Alawy, sedangkan
Sayyiduna Faqih Muqaddam adalah guru dan imam bagi para guru tersebut
bahkan mahaguru dan imam bagi setiap guru dan imam, inilah yang di
ungkapkan oleh penyusun qosidah ini (Habib Abdullah bin Alawi Al Haddad)
menyebut beliau sebagai Syeikhus Syuyukh (mahaguru).
Dan beliau adalah seorang Arif Billah yang mengenal hukum-hukum Allah
dan kebesaran-kebesaran Allah, memiliki pengetahuan luas akan berbagai
ilmu pengetahuan dan berbagai lautan ma’rifat yang dalam.
Beliaulah tokoh para ulama besar, suri tauladan bagi para arifin,
guru bagi para muhaqqiqin, pembimbing para salikin, poros utama bagi
para wali sufi, imam para imam umat Muhammad, pemimpin kalangan Bani
Alawy, sumber daerah kewalian Rabbani, pusat kekeramatan yang luar
biasa, pemilik biografi yang tinggi, diakui kesempurnaannya dalam
kedudukan imam ahlu sunnah sebelum memasuki tarekat tasawuf, beliaulah
Abu Abdillah Jamaluddin Muhammad bin Ali bin Al Imam Muhammad bin Ali
bin Alwy bin Muhammad bin Alwy bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin
Muhammad bin Ali Al-’Uraidli bin Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin
Ali Zainal Abidin bin Al Husain As Sibit bin Al Imam Amirul Mukminin
Ali bin Abi Thalib ra.
Beliau merupakan salah satu pasak utama tarikat tasawuf dan tokoh
ulama besar, Allah menampakkan pada diri beliau tanda-tanda kebesaran,
mengalirkan melalui ucapannya berbagai macam hikmah dan membukakan
baginya rahasia-rahasia ghaib.
Orang-orang yang menimba ilmu dari beliau adalah para Imam besar dari
kalangan ahli fiqih, guru-guru tasawuf dan orang-orang shaleh, beliau
berhasil menelurkan para imam besar dari kalangan auliya’ dan asfiya’
yang banyak sekali jumlahnya, disamping banyak para salikin yang menjadi
murid beliau, beliau disepakati keimamannya.
Seluruh imam di masanya mengakui keunggulannya dan kesempurnaan keimaman
dan sifat warisan Nabawi yang agung pada diri beliau, mereka melihat
pada diri beliau sifat-sifat para Khulafa’ Rasyidin, tanda-tanda para
Siddiqin, rahasia para Muqarrabin dan keistimewaan para ulama besar
lainnya.
Permulaan beliau ibarat terminal akhir bagi ulama ahli tarekat yang
setingkat beliau, beliau di berikan kekokohan yang sangat kuat dan
kemantapan dalam kesempurnaan tauhid dan hakikat keyakinan yang belum
pernah dianugerahkan kepada para wali Qutub Al Arifin dan Muqarrabin
selain beliau, hal ini diakui oleh para ahli kasyaf bahwa setiap saat
beliau senantiasa mabuk karena minuman cinta yang murni kepada Allah,
hingga di akhir umurnya beliau mendapat berbagai anugerah yang sangat
agung dan penyaksian hakikat serta anugerah rahasia Ladunni yang sangat
besar, hal ini menyebabkan beliau hilang kesadaran selama ‘seratus
malam’ beliau berdiri tenggelam dalam lautan-lautan rahasia illahi,
hilang dari apapun yang selain Tuhannya, senantiasa
melazimi-Nya tanpa makan dan minum.
Di saat tidak sadarkan diri itu dikatakan pada beliau:
“Kullu Nafsin Dzaa-iqotul Maut.”
“Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian.” (Qs. Ali Imran: 185).
Beliau menjawab: “Aku tidak memiliki jiwa, dikatakan lagi:
“Kullu Man ‘Alayhaa Faan.”
“Dan apa saja yang ada di atas bumi akan lenyap.” (Qs. Ar Rahman: 26).
Beliau menjawab: “Aku tidak di atasnya.”
Dikatakan lagi:
“Kullu Syay-in Haalikun Illaa Wajhahu.”
“Segala sesuatu akan binasa, kecuali Dzat Allah.” (Qs. Al Qashash: 88).
Beliau menjawab: “Aku besasal dari cahaya wajah-Nya.”
Dalam keadaan dibawah titik kesadaran itu beliau mengabarkan hal-hal
ghaib yang akan terjadi di masa depan, rahasia-rahasia illahi dan
ilmu-ilmu alam malakut, dalam keadaan itu beliau mengabarkan bahwa akan
terjadi kebakaran besar di Baghdad dan khalifah yang berkuasa akan
terbunuh, ternyata apa yang beliau kabarkan terjadi, beliau juga
memberitahu tentang banjir bandang yang akan terjadi, beliau mengatakan:
“Sesungguhnya lautan telah mengalami air pasang besar,” ternyata
terjadilah banjir bandang di Hadhramaut yang memakan korban sekitar
empat ratus jiwa dan menghancurkan beberapa kota, banjir ini disebut
dengan Jahisy.”
Selain di Hadhramaut juga terjadi banjir bandang di Baghdad tepatnya
pada bulan Jumadil Akhir tahun 654 H kala itu sungai Dajlah mengalami
air pasang hingga menjebol bendungan dan pintu kota yang
menghancurkan rumah menteri dan para Punggawa khalifah semuanya sekitar
330 rumah dan menelan banyak korban jiwa akibat terkena reruntuhan rumah
di samping banyak korban lainnya yang tenggelam dalam kejadian itu,
peristiwa ini diceritakan oleh Sayyid Al Allamah Muhammad bin Abu Bakar
Syillih dalam kitab Masyra’ Rawi, beliau telah menyebutkan
bahwa Sayyidina Faqih Muqaddam menyebutkan kejadian banjir yang akan
terjadi di Baghdad itu saat beliau dalam keadaan dibawah titik kesadaran
itu, beliau juga mengabarkan akan terjadi kebakaran di masjid Nabawi
dan ternyata di hari pertama bulan Ramadhan sekitar tahun 656 H
terjadilah kebakaran di masjid itu, beliau juga memberitahukan tentang
serbuan tentara Tatar dan khalifah akan terbunuh pada bulan Shafar tahun
650 H.
Dikarenakan dirasa terlalu lama oleh anak-anaknya masa ketidak
sadaran beliau, mereka memaksa beliau untuk memakan sesuatu tetapi
beliau menolak, bahkan di hari terakhir kehidupannya mereka memaksa
dengan memasukkan makanan dalam perut beliau, ketika makanan itu masuk
dalam perutnya mereka mendengar suara yang mengatakan: “Bila kalian
merasa keberatan terhadapnya sesungguhnya kami yang akan menerimanya,
bila kalian membiarkannya tidak makan pasti ia akan terus hidup.”
Menurut riwayat lain: “Ketika beliau merasa adanya makanan yang masuk
dalam perut, beliau membuka mata dan dan bertanya: “Apa kalian merasa
berat terhadapku?” Setelah itu beliau meninggal dunia, semoga Allah
merahmati beliau dan merahmati kita semua berkat beliau serta tidak
mengharamkan kita mendapatkan berkahnya di dunia dan akhirat, berikut
orang tua, guru-guru dan kerabat kita semua, aamiin..
Senin, 22 Oktober 2012
Manaqib Al-Imam As-Sayyid Ahmad Badawi
Makam Sayyid Ahmad Badawi |
Setiap hari, dari pagi hingga sore, sayidi Ahmad Badawi menatap
matahari, sehingga kornea matanya merah membara. Apa yang dilihatnya
bisa terbakar, khawatir terjadinya hal itu, saat berjalan ia lebih
sering menatap langit, bagaikan orang yang sombong. Sejak masa kanak
kanak, ia suka berkhalwat dan riyadhoh, pernah empat puluh hari lebih
perutnya tak terisi makanan dan minuman. Ia lebih memilih diam dan
berbicara dengan bahasa isyarat, bila ingin berkomunikasi dengan
seseorang. Ia tak sedetikpun lepas dari kalimat toyyibah, berdzikir dan
bersholawat. Dalam perjalanan riyadhohnya, ia pernah tinggal di loteng
negara Thondata selama 12 tahun, dan selama 8 tahun ia berada diatas
atap, riyadhoh siang dan malam.
Beliau hidup pada tahun 596-675 H dan wafat di Mesir, makamnya di
kota Tonto, yang setiap waktunya tak pernah sepi dari peziarah. Pada
usia dini ia telah hafal Al-Qur’an, untuk memperdalam ilmu agama ia
berguru kepada Syeikh Abdul Qadir al-Jailani dan syeikh Ahmad Rifai. Ia
adalah Waliullah Qutbol Gaust, Assayyid, Assyarif Ahmad al Badawi. Suatu
hari, ketika sang Murid telah sampai ketingkatannya, Syech Abdul Qodir
Jaelani, menawarkan kepadanya ; ”Manakah yang kau inginkan ya Ahmad
Badawi, kunci Masyriq atau Magrib, akan kuberikan untukmu”, hal yang
sama juga diucapkan oleh gurunya Sayyid Ahmad Rifai, dengan lembut, dan
menjaga tatakrama murid kepada gurunya, ia menjawab; ”Aku tak mengambil
kunci kecuali dari Al Fattah (Allah )”.
Suatu hari datang kepadanya, seorang janda mohon pertolongan, anak
lelakinya ditahan di Perancis, dan sang ibu ingin agar anak itu kembali
dalam keadaan selamat. Oleh Sayyidi Ahmad Al Badawi, janda itu
disuruhnya untuk pulang, dan berkata sayidi Ahmad Badawi: “Insya Allah
anak ibu sudah berada dirumah”. Bergegas sang ibu menuju rumahnya, dan
betapa bahagia, bercampur haru, dan penuh keheranan, ia dapati anaknya
telah berada di rumah dalam keadaan terbelenggu. Sayyidi aAhmad Badawi
banyak menolong orang yang ditahan secara zalim oleh penguasa Prancis
saat itu, dan semua pulang ke rumahnya dalam keadaan tangannya tetap
terbelenggu.
Pernah suatu ketika Syaikh Ibnul Labban mengumpat Sayyidi Ahmad
Badawi, seketika itu juga hafalan Al-Qur’an dan iman Syaikh Ibnul Labban
menjadi hilang. Ia bingung dan berusaha dengan beristighosah dan
meminta bantuan do’a, orang orang terkemuka di zaman itu (agar ilmu dan
imannya kembali lagi), tetapi tidak satupun dari yang dimintainya doa,
berani mencampuri urusannya, karena terkait dengan Sayyidi Ahmad Badawi.
Padahal diriwayatkan, saat itu Sayyidi Al Badawi telah wafat. Orang
terkemuka yang dimintainya doa, hanya berani memberi saran kepada Syaikh
Ibnul Labban, agar dia menghadap Syeikh Yaqut al-‘Arsyiy, waliullah
terkemuka pada saat itu, dan kholifah sayyidi Abil Hasan As-Syadzili.
Ibnu Labban segera menemui Syech Yaqut dan minta pertolongannya, dalam
urusannya dengan sayyidi Ahmad Al-Badawi. Setelah dimintai pertolongan
oleh Syaikh Ibnul labban, Syeikh Yaqut Arsyiy berangkat menuju ke makam
Sayyidi al-Badawi dan berkata : “ Wahai guru, hendaklah tuan memberi
ma’af kepada orang ini!”. Dari dalam makamnya, terdengar jawaban “Apakah
kamu berkehendak untuk mengembalikan tandanya orang miskin itu ?
ya…sudah, tapi dengan syarat ia mau bertaubat”. Syeikh Ibbnul Labbanpun
akhirnya bertaubat, dan tidak lama kemudian kembalilah ilmu dan imannya
seperti sedia kala dan ia juga mengakui kewalian Syeikh Yaqut, karena
peristiwa tersebut. Ia kemudian dinikahkan dengan putrinya Syeikh Yaqut.
(Di ambil dari kitab al-Jaami’).
Syeikh Muhammad asy-Syanawi menceritakan, bahwa pada waktu itu ada
orang yang tidak mau menghadiri dan bahkan mengingkari peringatan
maulidnya Syeikh Ahmad Badawi, maka seketika hilanglah iman orang itu
dan menjadi merasa tidak senang terhadap agama Islam. Orang itu kemudian
berziarah ke makamnya Sayyid Badawi untuk minta tolong dan memohon maaf
atas kesalahannya. Kemudian terdengarlah suara sayyidi Badawi dari
dalam kubur : “iya, saya ma’afkan, tapi jangan berbuat lagi. Na’am (iya)
jawab orang itu, spontan imannya kembali lagi. Beliau lalu meneruskan
ucapannya : “Apa sebabnya kamu mengingkari kami semua”. Dijawabnya :
“Karena di dalam acara itu banyak orang laki-laki dan perempuan
bercampur baur menjadi satu” (tanpa ada garis pembatas). Sayyidi Badawi
lalu mengatakan : “Di tempat thowaf sana, dimana banyak orang yang
menunaikan ibadah haji disekitar Ka’bah, mereka juga bercampur laki-laki
dan perempuan, kenapa tidak ada yang melarang”. Demi mulianya Tuhanku,
orang-orang yang ada untuk menghadiri acara maulidku ini tidaklah ada
yang menjalankan dosa kecuali pasti mau bertaubat dan akan bagus
taubatnya. Hewan-hewan di hutan dan ikan-ikan di laut, semua itu dapat
aku pelihara dan kulindungi diantara satu dengan lainnya sehingga
menjadi aman dengan izin Allah. Lalu, apakah kiranya Allah Ta’ala, tidak
akan memberi aku kekuatan untuk mampu menjaga dan memelihara
keamanannya orang-orang yang menghadiri acara maulidku itu ? ”Suatu
ketika Syeikh Ibnu Daqiq berkumpul dengan Sayyidi Badawi, dan ia
bertanya kepada beliau : “Mengapa engkau tidak pernah sholat, yang
demikian itu bukanlah perjalanannya para shalihin“. Lalu beliau menjawab
: “Diam kamu! Kalau tidak mau diam aku hamburkan daqiqmu (tepung)”. Dan
di tendanglah Syeikh Daqiq oleh beliau hingga berada disuatu pulau yang
luas dalam kondisi tidak sadarkan diri. Setelah sadar, iapun termangu
karena merasa asing dengan pulau tersebut. Dalam kebingungannya,
datanglah seorang lelaki menghampirinya dan memberi nasehat agar jangan
mengganggu orang type syekh al-Badawi, dan sekarang kamu berjalanlah
menuju qubah yang terlihat itu, nanti jika sudah tiba di sana kau
berhentilah di depan pintu hingga menunggu waktu ‘ashar dan ikutlah
shalat berjamaah dibelakangnya imam tersebut, sebab nanti syaikh Ahmad
Badawi akan ikut di dalamnya. Setelah bertemu dia ucapkanlah salam,
peganglah lengan bajunya dan mohonlah ampun atas ucapanmu tadi. Ia
menuruti kata-kata orang itu yang tidak lain adalah waliyullah Khidir
a.s. Setelah semua nasehatnya dilaksanakan, betapa terkejutnya ia karena
yang menjadi imam sholat waktu itu adalah Sayyidi Badawi. Setelah
selesai sholat ia langsung menghampiri dan menciumi tangan dan menarik
lengan Sayyidi al-Badawi, sambil berkata seperti yang diamanatkan orang
tadi. Dan berkatalah Sayyidi Ahmad Badawi sambil menendang Syeikh
Daqiq,” Pergilah sana murid-muridmu sudah menantimu dan jangan kau
ulangi lagi!. Seketika itu juga ia sudah sampai di rumahnya dan
murid-muridnya telah menunggu kedatangan Syeikh Daqiq. Dijelaskan bahwa
yang menjadi makmum sholat berjamaah dengan Sayyidi Badawi pada kejadian
itu adalah para wali.
Syekh Imam al Munawi berkata : “Ada seorang Syeikh yang setiap akan
bepergian selalu berziarah di makamnya Syeikh Ahmad al-Badawi untuk
minta ijin, lalu terdengar suara dari dalam kubur dengan jelas :”Ya
pergilah dengan tawakkal, Insya Allah niatmu berhasil, kejadian tersebut
didengar juga oleh Syeikh abdul wahab Assya’roni, padahal saat itu
Syeikh Ahmad al-Badawi sudah meninggal 200 tahun silam, jadi para aulia’
itu walaupun sudah meninggal ratusan tahun, namun masih bisa emberi
petunjuk.
Berkata Syeikh Muhammad al-Adawi : Setengah dari keindahan keramat
beliau ialah, pada saat banyaknya orang yang ingin berusaha membatalkan
peringatan maulidnya beliau, dimana orang-orang tersebut menghadap dan
meminta kepada Syeikh Imam Yahya al-Munawiy agar beliau mau
menyetujuinya. Sebagai orang yang berpengaruh dan berpendirian kuat pada
masa itu, Syeikh Yahya tidak menyetujuinya, akhirnya orang-orang
tersebut melapor kepada sang raja azh-Zhohir Jaqmaq. Sang rajapun
berusaha membujuk agar Syeikh Yahya bersedia memberi fatwa untuk
membatalkan maulidnya Sayyidi Ahmad Badawi. Akan tetapi Syeikh Yahya
tetap tidak mau dan hanya bersedia memberikan fatwa melarang
keharaman-keharaman yang terjadi di acara itu. Maka acara maulid tetap
dilaksanakan seperti biasa. Dan Syeikh Yahya bekata kepada sang raja:
“Aku tetap tak berani sama sekali berfatwa yang demikian, karena Sayyidi
Badawi adalah wali yang agung dan seorang fanatik (nguwalati= bahasa
jawanya). Hai raja, tunggu saja, kamu akan tahu akibat bahayanya
orang-orang yang berusaha menghilangkan peringatan maulid Sayyidi Ahmad
Badawi. Memang benar, tak lama kemudian mereka yang bertujuan
menghilangkan peringatan maulid Sayyidi Badawi tertimpa bencana.
Orang-orang tersebut ada yang dicopot jabatannya dan diasingkan oleh
rajanya. Ada yang melarikan diri ke Dimyath akan tetapi kemudian ditarik
kembali dan diberi pengajaran, dirantai dan dipenjara selama setengah
bulan. Bahkan diantara mereka yang mempunyai jabatan tinggi dikerajaan
itu lalu banyak yang ditangkap, disidang dengan kelihatan terhina,
disiksa dan diborgol besi di depan majlis hakim syara’ lalu dihadapkan
raja yang kemudian dibuang di negara Maghrib.
Sayyidi Ahmad Badawi pernah berkata kepada seseorang : “Bahwa pada
tahun ini hendaknya kamu menyimpan gandum yang banyak yang tujuanmu
nanti akan kau berikan kepada para fakir miskin, sebab nanti akan
terjadi musim paceklik pangan. Kemudian orang tadi menjalankan apa yang
diperintahkan beliau, dan akhirnya memang terbukti kebenaran ucapan
Sayyidi Ahmad Badawi.
Berkata al-Imam Sya’roni : “Pada tahun 948 H aku ketinggalan tidak
dapat menghadiri acara maulidnya Sayyidi Badawi. Lalu ada salah satu
aulia’ memberi tahu kepadaku bahwa Sayyidi Badawi pada waktu peringatan
itu memperlihatkan diri di makamnya dan bertanya : “Mana Abdul Wahhab
Sya’roni, kenapa tidak datang ?” Pada suatu tahun, al-Imam Sya’roni juga
pernah berkeinginan tidak akan mendatangi maulid beliau. Lalu aku
melihat beliau memegang pelepah kurma hijau sambil mengajak orang-orang
dari berbagai negara. Jadi orang-orang yang berada dibelakangnya,
dikanan dan kirinya banyak sekali tak terhingga jumlahnya. Terus beliau
melewati aku di Mesir, sayyidi Badawi berkata : “Kenapa kamu tidak
berangkat ?”. Aku sedang sakit tuan, jawabku. Sakit tidak
menghalang-halangi orang cinta. Terus aku diperlihatkan orang banyak
dari para aulia’dan para masayikh, baik yang masih hidup maupun yang
sudah wafat, dan orang-orang yang lumpuh semua berjalan dengan merangkak
dan memakai kain kafannya, mereka mengikuti dibelakang sayyidi Badawi
menghadiri maulid beliau. Terus aku juga diperlihatkan jama’ah dan
sekelompok tawanan yang masih dalam keadaan terbalut dan terbelenggu
juga ikut datang menghadiri maulidnya. Lalu beliau berkata: lihatlah !
itu semua tidak ada yang mau ketinggalan, akhirnya aku berkehendak untuk
mau menghadiri, dan aku berkata : Insya Allah aku hadir tuan guru ?.
Kalau begitu kamu harus dengan pendamping, jawab sayyidi Badawi.
Kemudian beliau memberi aku dua harimau hitam besar dan gajah, yang
dijanji tidak akan berpisah denganku sebelum sampai di tempat. Peristiwa
ini kemudian aku ceritakan kepada guruku Syeikh Muhammad asy-Syanawi,
beliau lalu menjelaskan: memang pada umumnya para aulia’ mengajak
orang-orang itu dengan perantaraan, akan tetapi sayyidi Ahmad Badawi
langsung dengan sendirinya menyuruh orang-orang mengajak datang. Sungguh
banyak keramat beliau, hingga al-Imam Sya’roni mengatakan,”Seandainya
keajaiban atau keramat-keramat beliau ditulis di dalam buku, tidaklah
akan muat karena terlalu banyaknya. Tetapi ada peninggalan Syeikh ahmad
Badawi yang sangat utama, yaitu bacaan sholawat badawiyah sughro dan
sholawat badawiyah kubro. Demikianlah sekelumit manakib Sayyidi Ahmad Al
Badawi disajikan kehadapan pembaca, untuk dapat diambil hikmahnya.
Langganan:
Postingan (Atom)